Kamis, 17 Desember 2009

Zina, Antara Kelezatan dan Kesengsaraan


Oleh : Hasanuddin Yusuf Adan (Ketua Umum Dewan Dakwah NAD)

Zina merupakan sebuah istilah yang kadangkala menyenangkan dan kadangkala menyeramkan dalam pendengaran kita. Ia juga menakutkan bagi orang-orang beriman sehingga perkataan tersebut menjadi momok yang amat negative serta mengerikan bagi mereka. Barangkali perkataan tersebut menyenangkan bagi pelaku zina yang siang malam pikirannya tertumpu kesana. Terkadang ia menyeramkan bagi orang-orang yang nafsu syahwatnya sedang mencuat kepermukaan tetapi mereka belum pernah melakukannya. Yang jelas ia menjadi momok dan ‘aib besar bagi muslim dan muslimah yang beriman kepada Allah SWT.

Para fuqaha telah memberikan definisi zina dalam pengertian yang tidak terlalu jauh berbeda antara satu dengan fuqaha lainya. Secara majmu’ mereka berpendapat bahwa zina adalah; memasukkan zakar (kelamin) lelaki kedalam faraj (vagina) perempuan sampai dengan teguh, diibaratkan seperti timba masuk kedalam sumur. Definisi ini sudah lumayan sempurna dan dapat dipahami secara umum oleh setiap orang, namun demikian kalaupun tidak sampai teguh atau tidak seperti timba masuk kedalam sumur karena sesuatu hal juga sudah termasuk dalam kategori zina.

Allah sangat melarang perbuatan zina ini, malah melarangnya untuk tidak mendekati zina. Firman-Nya dalam surah Al-Israk (17) ayat 32 yang artinya

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.


Kelezatan sementara

Banyak orang yang tergiur dengan perbuatan zina karena didorong keras oleh hawa nafsu yang tidak mampu dikendalikan. Dan banyak pula yang menyesal secara luarbiasa setelah melakukan zina. Tetapi tidak berguna lagi karena sudah terlanjur berbuat zina. Yang paling kita sayangkan adalah seorang pezina yang baru sekali berzina akan dipacu oleh syaithan untuk berzina kedua kali, kemudian ketiga kali dan seterusnya berkali-kali.

Beberapa orang yang terlanjur berzina pernah menuturkan dan mengkisahkan pengalaman zinanya kepada penulis seperti itu. Karenanya penulis mengibaratkan berzina itu tak obahnya seperti orang minum air es yang semakin diminum semakin haus dan ia akan berakhir dengan pening kepala atau serak suara. Demikian juga dengan seorang pezina yang berakhir dengan kecewa dan dosa serta jiwa raga rusak binasa. Karenanya jauhilah perbuatan zina karena ia merupakan suatu perbuatan keji dan sebuah jalan yang buruk yang patut dilakukan orang-orang buruk dan keji.

Bagi yang belum menikah, rasanya berzina itu sesuatu yang lezat dan sedap, tetapi setelah berzina menyesal luarbiasa. Kelezatan sementara yang ditimbulkan perbuatan zina sangat tidak sebanding dengan dosa dan akibat yang ditanggung di Mahkamah Allah Ta’ala. Oleh karena itu yang sudah membutuhkan persetubuhan maka kawinlah segera sesuai dengan syari’at Islam. Yang sudah punya seorang isteri lalu masih suka kepada isteri lainnya silakan tambah dua sampai menjadi empat orang isteri dengan syarat mau berlaku adil untuk semua mereka.

Islam telah lama memberikan solusi kepada kita, lalu kenapa pula manusia itu meninggalkan ketentuan Islam dan mengambil ketentuan syaithan? Berarti mereka patut disamakan dengan syaithan karena telah mengambil perangai syaithan. Ketahuilah olehmu wahai anak Adam zina itu terkesan lezat dan mengasyikkan tetapi janganlah lupa bahwa itu perbuatan terkutuk dan terlarang yang amat mengecewakan. Untuk itu katakan tidak kepada zina, ingat azab Allah ketika dekat dengan zina, ingat anak-isteri dan anak-suami ketika sudah dekat dengan zina. Ingat kalau anak kita dizinahi orang ketika kita mau berzina, ingat bagaimana kalau isteri atau suami kita dizinahi orang. Rasanya tidak ada perbedaan bersetubuh dengan isteri atau suami sendiri dengan berzina karena itu bukan buah mangga atau buah salak yang berlainan pohon maka berlainan pula rasanya.


Kesengsaraan Berkepanjangan

Diakui atau tidak, kerusakan dan kesengsaraan bagi seorang pezina akan tinggal berkekalan sepanjang zaman. Seorang pezina akan hilang maruah dalam kehidupan, hina dalam pandangan orang, berdausa dengan tuhan dan diazad dalam neraka jahannam. Keturunan mereka akan disisihkan dan diboikot secara hukum alam, keberkatan hidup tidak akan pernah datang. Mereka senantiasa dikejar oleh bayang-bayang hitam yang mengerikan dan menyeramkan, kalau tidak di waktu muda, di waktu tua pasti akan datang.

Dalam hukum Islam, seorang pezina muhsan (sudah kawin) harus dirajam sampai mati dilapangan atau di simpang jalan. Dizaman Rasulullah SAW ada kasus-kasus zina muhsan seperti kasus Maiz dan wanita Ghamidiyah. Sementara pezina ghair muhsan (seseorang yang belum kawin) maka hukumannya adalah dicambuk seratus kali. Demikian praktik yang pernah berlaku baik di zaman Rasulullah SAW maupun para sahabat. Untuk lebih puas tentang hukuman tersebut silakan baca Al-Qur’an al-Karim surah An-Nur ayat 2 sebagai berikut; Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Ini berarti di dunia ia akan sengsara dengan hukuman rajam atau cambuk, dalam masyarakat ia tidak terhormat dan hina dina, di akhirat kelak akan mendapat azab yang sangat luar biasa. Memang tidak seorangpun dapat memberikan contoh konkrit tentang azab neraka sebagai mana memberikan contoh konkrit untuk sebuah perbuatan di dunia seperti zina. Namun itu janji Allah yang pasti adanya dan tiada seorangpun yang mampu lari daripadanya, walau seorang jenderal, seorang presiden selama hidup di dunia. Kalau tidak percaya silakan tanya kepada mereka yang sudah melakukannya di hari kemudian nanti.

Tapi semua itu akan tidak berguna lagi ketika Allah sudah menetapkan hukumannya. Sekaranglah waktunya untuk menjaga diri, keturunan dan keluarga. Dalam qa’idah syari’ah ada poin Hifzun-Nasl yang berkaitan dengan hak menjaga kemurnian keturunan. Seorang muslim perlu dan berhak menjaga kemurnian keturunan sehingga ia bersih dalam kehidupan. Ia juga punya hak untuk berketurunan dan mengembangkan keturunan secara sah dan bersih. Hal ini berbeda dengan kehidupan orang-orang kafir terutama di belahan barat dunia yang mengamalkan model kehidupan animal sehingga dapat bersetubuh dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja dengan satu azas yaitu; senang sama seang. Islam tidak membolehkan demikian karena itu dapat mengotori kehidupan, mengotori reputasi orang tua dan keturunan serta mengotori lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit yang sangat amat membahayakan. Untuk itu semua jauhilah akan perbuatan zina karena ia menjanjikan yang enak dengan menghasilkan yang sakit, menjanjikan kesedapan dengan memperoleh penyesalan yang pahit, baik setelah maupun ketika dilakukan. Katakan tidak kepada zina. Hän-ééék...lôn...meuzinaaaa...

Sumber :
http://www.ddii.acehprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=74:zina&catid=1:berita-terkini
5 April 2009

Zina, Jangan Main Api

Terhadap zina, jangankan melakukan, mendekati saja sudah dilarang. Mengapa? Karena zina bagai zat yang mudah terbakar.

Mungkin orang itu pada mulanya tidak berniat, hanya nyerempet-nyerempet saja. Tapi itu sudah cukup menyulut hawa nafsu bergolak. Paling tidak, ukiran ruhani bekas dzikir dan baca Al Qur'an hangus begitu saja. Belum lagi kalau percikannya membakar jiwa. Hancurlah bangunan ruhani yang sekian lama terbina. Rusaklah akal dan pikiran. Kenikmatan sekejap itu mengakibatkan penderitaan jangka panjang. Petaka dunia dan juga petaka akhirat, bila tidak segera bertaubat.

JIKA ZINA DIHALALKAN

Ada yang mencoba menghalalkan zina dengan takwil-takwil batil, bahwa zina adalah perkosaan. Adapun jika dilandasi suka sama suka maka itu bukan zina, tidak mengapa. Sebagian malah ada yang mencoba menipu Allah SWT dan sesungguhnya mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri dengan berpura-pura menikah dan berperan seakan-akan suami istri. Atau mereka berdalil dengan ucapan orang-orang Syiah yang batil tentang nikah mut'ah yang tidak lebih dari sekadar penghalalan zina dengan berkedok agama.

Sungguh benar ucapan Rasulullah:

"Pasti akan ada dari umatku suatu kaum (yang berusaha) menghalalkan zina, sutera(bagi laki-laki), khamar (minuman keras), dan alat-alat musik." (HR. Bukhari).

JANGAN DEKATI ZINA

Allah berfirman, artinya:

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek." (QS. Al Isra': 32)

Dalam tafsir Kalamul Mannan, Syekh Abdurrahman Nashir As-Sa'di berkata, "Larangan Allah untuk mendekati zina itu lebih tegas daripada sekadar melarang perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua yang menjurus kepada zina dan mengharamkan seluruh faktor yang mendorong kepadanya."

Jika jalan-jalan dan faktor-faktor yang menuju kepadanya saja dilarang, maka apatah lagi dengan perbuatannya.

Masih dalam tafsirnya, Syekh Abdurrahman berkata, "Al fâhisyah adalah sesuatu yang dianggap sangat jelek dan keji oleh syariat, oleh akal sehat dan fitrah manusia, karena mengandung pelanggaran terhadap hak Allah, hak wanita, hak keluarganya dan suaminya, dan merusak kehidupan rumah tangga serta tercampurnya (kacaunya) nasab keturunan." Dan sering sekali fâhisyah di dalam Al Qur'an atau pun hadits dimaksudkan dengan zina.

BAHAYA ZINA

1. Dosa Besar
Zina adalah dosa besar dan bukan masalah kecil. Ibnu Mas'ud pernah bertanya tentang dosa-dosa besar kepada Rasulullah SAW "Wahai Rasulullah! Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?" Beliau bersabda, "Engkau menjadikan bersama Allah sekutu yang lain, padahal Dia yang menciptakanmu." Dia (Ibnu Mas'ud) berkata,

"Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia akan makan bersamamu." Dia berkata, "Kemudian apa?" Beliau bersabda, "Engkau berzina dengan istri tetanggamu."

Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat (tentang sifat-sifat hamba-hamba Allah Ar-Rahman), di antaranya Allah berfirman, (artinya): "Yaitu orang-orang yang tidak menyeru bersama Allah sesembahan yang lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak dan tidak berzina. Dan barangsiapa melakukan yang demikian akan mendapatkan dosa, akan dilipatkan azabnya pada hari kiamat dan kekal di dalamnya dengan terhina." (QS. Al Furqan: 68-69). (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Penyebab Terbanyak Terjerumusnya Manusia ke Dalam Neraka. Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah mulut dan farji (kemaluan). Beliau bersabda, artinya:

"Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah mulut dan kemaluan." (HR. Tirmidzi dan dia berkata hadits ini shahih).

Maka pantaslah kalau tentang hal ini Imam Ahmad mengatakan, "Aku tidak tahu ada dosa yang lebih besar setelah membunuh jiwa daripada zina."

3. Tercabutnya Unsur Keimanan di Dalam Hati

Rasulullah SAW bersabda, artinya:

"Tidaklah orang yang berzina itu mukmin saat dia berzina." (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Siksaan di AkhiratDari Samurah bin Jundub, beliau berkata bahwa Rasululllah SAW bersabda, "Suatu malam aku bermimpi, ada dua orang yang mendatangiku, lalu keduanya mengajakku keluar, maka aku pun beranjak bersama keduanya…Lalu kami sampai pada sebuah rumah yang dibangun seperti tungku, ternyata di dalamnya ada suara gaduh dan hiruk pikuk. Lalu kami melongok ke arah tungku itu dan ternyata di sana ada kaum laki-laki dan perempuan yang telanjang. Ketika api dinyalakan, mereka pun berusaha naik hingga hampir-hampir bisa keluar (dari tungku). Jika api redup, mereka pun kembali ke tempat semula. Aku pun bertanya, "Siapakah mereka?" Dia menjawab, "Adapun laki-laki dan perempuan yang telanjang di bangunan semisal tungku itu adalah para pezina perempuan dan laki-laki." (HR. Bukhari).

5. Mendatangkan Bencana dan Malapetaka
Zina ketika telah merajalela merupakan tersangka utama atas datangnya bencana massal. Banyak jenis penyakit baru, aneh, sangat berbahaya, dan belum ditemukan cara pengobatannya.

Rasulullah SAW bersabda,
"Tidaklah perbuatan keji (zina) meyebar pada suatu kaum hingga mereka terang-terangan dengannya melainkan akan menjalar ke tengah mereka penyakit tha'un dan berbagai penyakit yang belum pernah dialami oleh orang-orang sebelum mereka." (HR. Ibnu Majah).

Demikian pula dengan bencana alam berupa banjir, kekeringan, letusan gunung api, gempa bumi, dan lain-lain.Diriwayatkan oleh Ummu Salamah—radhiyallahu 'anha—beliau berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Jika telah muncul berbagai kemaksiatan di tengah-tengah umatku, maka Allah akan menimpakan azab dari sisi-Nya yang mengenai mereka semua." Saya tanyakan pada beliau, "Ya Rasulullah, apakah ketika itu di dalamnya masih ada orang-orang shaleh?" Beliau menjawab, "Ya, benar." Saya tanyakan lagi, "Lalu bagaimana dengan mereka itu?" Beliau menjawab, "Mereka tetap tertimpa azab sebagaimana menimpa orang-orang pada umumnya, namun mereka akan mendapatkan ampunan dan keridhaan Allah SWT." (HR. Ahmad).

ZINA DALAM TINJAUAN AKAL SEHAT DAN FITRAH

Tanyakan pada diri Anda, bagaimana jika istri Anda yang jadi obyek zina? Atau ibu Anda? Atau anak perempuan Anda? Atau kakak dan adik perempuan Anda?
Demikianlah cara berpikir yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika datang pada beliau seorang pemuda dan berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina." Maka para sahabat segera melarangnya dengan marah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Mendekatlah!" Maka dia mendekat kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Duduklah!" Maka ia duduk. Kemudian beliau bersabda, "Sukakah kamu bila itu terjadi pada ibumu?" Dia menjawab, "Tidak. Demi Allah, aku sebagai jaminan untukmu." Beliau bersabda, "Demikian pula manusia seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka." Kemudian beliau bertanya lagi, "Sukakah kamu bila itu terjadi pada anak perempuanmu?" Dan pemuda itu menjawab seperti tadi. Demikianlah selanjutnya beliau bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuannya, bibinya, dan seterusnya.

Pemuda itu pada mulanya memiliki ukuran sendiri terhadap apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. Sebelumnya, ia merasa boleh-boleh saja. Bila ia hidup di zaman sekarang, mungkin ia termasuk sebagai kaum yang membela kebebasan pornografi dan pornoaksi. Ia beranggapan, toh tidak ada yang dirugikan. Sama-sama senang, sehingga dengan ringannya mengajukan dispensasi untuk tetap dibolehkan berzina.

Jiwa merdeka pasti menganggap celanya zina. Ketika Hindun masuk Islam dan berbaiat kepada Nabi SAW yang salah satunya terdapat larangan zina, dia merespon, "Adakah wanita merdeka yang berbuat zina wahai Rasulullah?"

Bandingkan dengan para pembela pornografi dan pornoaksi yang turun ke jalan-jalan sambil berteriak-teriak menentang RUU APP. Bandingkan dengan keheranan Hindun—radhiyallahu 'anha—ketika baru saja masuk Islam, "Mungkinkah ada wanita merdeka yang berzina?" Memang, hanya jiwa-jiwa terjajah, mental-mental budak yang menyukai perzinaan, bukan orang-orang merdeka!

Wallahul Musta'an wa ilaihil Musytaka (Al Fikrah)

Sumber :
http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1141&Itemid=188
2 November 2007

Kiat Bergaul antara Laki-laki dan Perempuan

Penulis : Yuli Harmita

Allah SWT tidak melarang suatu perbuatan apa pun melainkan untuk kebaikan dan kemuliaan kita, untuk menjauhkan kita dari kerugian, bahkan untuk melindungi kita dari kehinaan dan kenistaan. Termasuk larangan untuk mendekati zina misalnya, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra [17] : 32).

Bukan jangan berzina, tapi jangan mendekati zina. Dengan kata lain, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Bagaimana cara untuk tidak mendekati zina? Hal ini tentu akan sangat berkaitan dengan bagaimana cara bergaul antara laki-laki dan perempuan. Berikut ini kiat bergaul antara laki-laki dan perempuan yang bisa kita amalkan baik di sekolah, kampus, kantor, atau di mana pun kita berada.

1. Menutup Aurat. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukminah, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,....." (QS. Al-Ahzab [33] : 59).

Telah berkata Aisyah RA, "Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar menemui Nabi SAW dengan dengan memakai busana yang tipis, maka Nabi berpaling darinya dan bersabda, "Hai Asma, sesungguhnya apabila wanita itu telah baligh (sudah haidh) tidak boleh dilihat daripadanya kecuali ini dan ini," sambil mengisyaratkan pada muka dan telapak tangannya." (HR. Abu Daud).

Termasuk bagian dari penyempurnaan menutup aurat adalah menggunakan pakaian yang longgar (tidak ketat), tidak menggunakan kain yang transparan atau tipis, model dan warna pakaian pun sebaiknya tak terlalu menarik perhatian laki-laki, juga tak berlebihan dalam menggunakan wewangian.

2. Menundukkan Pandangan. "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nuur [24] : 30). "Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya..." (QS. An-Nuur [24] : 31).

3. Tegas dalam Berbicara. "Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik..." (QS. Al-Ahzab [33] : 32).

4. Menjaga Jarak; Tidak Bersentuhan. Telah berkata Aisyah RA, "Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai'atnya (mengambil janji) dengan perkataaan." (HR. Bukhari dan Ibnu Majah).

5. Tidak Berikhtilath (Berdua-duaan). "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad).

Laki-laki dan perempuan harus menutup aurat dan menjaga pandangan, tapi menjaga aurat lebih diutamakan bagi wanita, sedangkan menjaga pandangan lebih diutamakan bagi laki-laki. Bila para wanita menutup aurat dengan baik, mudah-mudahan upaya tersebut bisa membantu kaum lelaki yang belum mampu mengendalikan diri agar lebih terjaga pandangannya. Sebaliknya, bila kaum lelaki senantiasa menjaga pandangannya, walau ada wanita yang kurang sempurna menutup auratnya, maka Insya Allah akan lebih mudah dalam mengendalikan diri.

Sumber :
http://kotasantri.com/pelangi/risalah/2009/04/22/kiat-bergaul-antara-laki-laki-dan-perempuan
22 April 2009

Hukum Pacaran dalam Islam

Para penentang pacaran islami berlandaskan dalil. Para pendukung pacaran islami pun berdasarkan dalil. Manakah dalil yang lebih kuat antara keduanya?

Pada garis besarnya, sebagaimana tercantum di halaman Kritik, penentang pacaran islami mengemukakan dalil-dalil:

* Mendekati zina itu terlarang.

* Menikah itu dianjurkan.

* Tanazhur pra-nikah itu dianjurkan. (Adapun taaruf pra-nikah tidak ada dalilnya.)

Kuatkah dalil-dalil tersebut? Ya dan tidak. Dalil-dalil tersebut cukup kuat bila dihadapkan dengan pacaran non-islami, tetapi lemah bila dihadapkan dengan pacaran islami. Letak kelemahannya adalah penempatannya yang tidak pada tempatnya.

Mengapa bisa kita katakan bahwa dalil-dalil tersebut tidak pada tempatnya? Sebabnya:

* Pacaran islami tidak mendekati zina. Bahkan, pacaran pada umumnya pun tidak identik dengan “mendekati zina”. (Lihat Ciuman dengan Pacar (PR untuk Penentang Pacaran Islami).)

* Pacaran islami justru melapangkan jalan untuk menikah dengan sebaik-baiknya, guna membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. (Lihat 12 alasan mengapa bercinta sebelum menikah.)

* Pacaran islami justru mengupayakan peningkatan kualitas tanazhur pra-nikah. (Lihat Gaul Sistematis dengan Jiwa Bersih.)

Bagaimana dengan dalil yang dipegang oleh para pendukung pacaran islami? Benarkah ada dalil yang menguatkan keberadaan pacaran islami?

Sebagian besar penentang pacaran islami menyangka, keberadaan pacaran islami tidak didukung dengan dalil sama sekali. Bahkan, mereka mengira, pacaran islami ini merupakan bid’ah yang sesat dan menyesatkan. Padahal, seandainya mereka membaca dengan cermat buku-buku (dan artikel-artikel) pacaran islami, tentu mereka jumpai dalil-dalil yang menguatkan keberadaan pacaran islami. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut. (Dua dalil pertama bersifat umum, tidak hanya mengenai pacaran, sedangkan dalil ketiga jelas-jelas mengenai pacaran.)

1. Mengenai hubungan antar manusia, pernah Rasulullah saw. bersabda: “Segala yang tidak disinggung-Nya itu tergolong dalam hal-hal yang dibolehkan-Nya.” (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, hadits no. 3190) Karena pacaran tidak disinggung dalam Al-Qur’an, kehalalannya tidak mustahil.

2. Nabi saw. bersabda, “Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu.” (HR Muslim) Hadits inilah yang menjadi dasar kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa pokok hukum dalam urusan muamalah adalah sah (halal), sampai ada dalil (yang qath’i) yang membatalkan dan mengharamkannya. Dengan kata lain, selama tidak ada dalil yang dengan tegas mengharamkannya, maka hukumnya tidak haram. Begitu pula perihal pacaran.

3. Pada kenyataannya, budaya pacaran (percintaan pra-nikah) sudah ada pada zaman Rasulullah. Adakah dalil dari beliau yang mengharamkannya? Ternyata, beliau sama sekali tidak pernah mewanti-wanti para sahabat untuk tidak pacaran. Beliau tidak pernah mengharamkan pacaran. Bahkan, sewaktu menjumpai fenomena pacaran, beliau tidak sekedar membiarkan fenomena ini. Beliau bersimpati kepada pelakunya dan justru mencela sekelompok sahabat yang memandang rendah pasangan tersebut. Beliau menyindir, “Tidak adakah di antara kalian orang yang penyayang?” (HR Thabrani dalam Majma’ az-Zawâid 6: 209)

Jadi, dalil-dalil para pendukung islamisasi pacaran lebih kuat daripada dalil-dalil para penentang pacaran islami. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, kita tidak lagi membuang-buang energi untuk berdebat mengenai halal-haramnya pacaran. Sudah saatnya kita lebih berkonsentrasi pada bagaimana pacaran secara islami. Wallaahu a’lam.

Sumber :
M Shidiq Mustika
http://muhshodiq.wordpress.com/2007/09/06/halal-haram-pacaran-dalil-mana-yang-lebih-kuat/
6 September 2007

Jauhilah Zina Wahai Dua Anak Manusia

Adam dan hawa, kedua orang tua kita, dahulu kala pernah terbujuk oleh tipu daya Iblis. Sebelum ruh Adam dimasukkan kedalam jasadnya, Iblis telah terlebih dulu melakukan survey, menelusuri jasad Adam, sehingga ia mampu memahami cacat celah Adam, dan tentu saja manusia pada umumnya. Berbekal pengetahuannya itu, Iblis mencoba menyusun strategi untuk menggoda Adam. Iblis tahu bahwa Adam, dan manusia pada umumnya, adalah makhluk yang selalu ingin tahu, terutama pada hal-hal yang tersembunyi, disembunyikan, dirahasiakan. Ketika Allah memberikan maklumat kepada Adam untuk tidak sekali-kali mendekati sebuah pohon di surga, maka Iblis pun sadar bahwa pohon itu pasti akan membuat Adam jadi penasaran. Tugas Iblis selanjutnya ialah melakukan “pengomporan”, agar potensi kepenasaran Adam menjadi bangkit. Begitulah, sehingga Adam dan Hawa akhirnya jatuh kalah oleh godaan Iblis.

Islam adalah agama yang fitri, selaras dengan fitrah manusia. Bagi seorang remaja atau pemuda yang masih lajang, lawan jenisnya merupakan sesuatu yang majhul, tidak dikenal, misterius. Karenanya, hal itu akan menumbuhkan rasa penasaran yang amat hebat. Karena itu tidaklah mengherankan apabila dalam rangka memenuhi rasa penasarannya itu banyak remaja, bahkan yang muslim, yang sampai-sampai kecanduan menonton tayangan-tayangan porno. Remaja-remaja ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Yang paling patut dipersalahkan ialah lingkungan, atau secara lebih spesifik : pemerintah, yang tidak membuat kebijakan untuk melarang beredarnya tayangan-tayangan tersebut. Kembali kepada ke-fitri-an Islam, janganlah kita heran mengapa hukuman zina bagi yang masih lajang terlihat lebih ringan daripada bagi yang sudah menikah. Tentu saja, yang demikian itu karena Islam memahami bahwa rasa penasaran seorang lajang tentu jauh lebih besar daripada yang sudah menikah, sehingga godaannya pun lebih besar. Itulah sebabnya mengapa Nabi mengatakan,”Menikahlah kalian, karena menikah itu bisa menjaga pandangan dan menjaga kemaluan”. Tidak lupa pula, kita mesti sering mendengar pada khutbah walimatul-‘urus bahwa Nabi berkata,”Apabila seorang suami melihat seorang wanita di jalanan yang menarik hatinya, maka hendaknya ia segera pulang karena ia akan mendapati apa yang menarik hatinya itu pada diri isterinya”. Singkatnya, seorang yang sudah menikah tentunya lebih terjaga. Karena itu, jika dalam kondisinya seperti itu, dia masih juga berzina maka tidaklah aneh jika hukumannya pun lebih berat, dirajam sampai mati.

Satu kesimpulan yang bisa kita petik dari rangkaian kalimat diatas ialah bahwa godaan seksual pada diri seseorang yang masih lajang amatlah hebat dan dahsyat. Wajar saja, jika Nabi menjadi khawatir dan berkata,”Wahai sekalian pemuda, siapapun diantara kalian yang telah mampu menikah maka menikahlah karena menikah itu bisa menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Jika kalian belum mampu maka banyak-banyaklah berpuasa, karena puasa itu perisai (terhadap syahwat)”.

Selanjutnya, marilah kita renungi mengapa zina dilarang oleh Islam. Bukankah jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang yang suka sama suka [apalagi jika orangtua dari kedua belah pihak juga sama-sama rela atau bahkan senang] maka bukankah kelihatannya hal itu tidak merugikan siapa pun juga ? Bahkan kelihatannya saling memberikan kenikmatan dan keuntungan ?


Mengapa Zina Dilarang?

Zina ma’qubat (yang bisa dikenai hadd) ialah perbuatan dimana seorang laki-laki dan perempuan yang jelas-jelas tidak diikat oleh pernikahan yang sah (menurut syariat Islam), melakukan hubungan kelamin sedemikian sehingga hasyafah si laki-laki masuk kedalam farj si wanita, tidak peduli apakah terjadi orgasme ataukah tidak. Dalam hal ini, pelaku-pelaku harus berada dalam kondisi terikat taklif. Mereka yang terbebas dari taklif adalah:

· Yang tidak berakal: belum baligh, gila, tidur.

· Yang dipaksa (mukrah).

· Yang terpaksa (mudhtarir).

Disamping itu, ‘uqubat (hukuman, hadd) baru bisa dijatuhkan apabila tidak ada syubhat.

Zina dengan definisi diatas itulah yang akan dikenai sanksi (‘uqubat) duniawi. ‘Uqubat duniawi ini merupakan aspek zhahiriyah yang diatur oleh syariat. Fungsi ‘uqubat tersebut adalah untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat dan juga kepada pelaku. Sementara itu, aspek batiniyah merupakan urusan antara pelaku dan Allah.

1. Jika secara batin ia bertaubat dan ditunjukkan dengan kesediaannya di-hadd maka Insya Allah ia diampuni oleh Allah.

2. Jika ia di-hadd karena dipaksa oleh kondisi (yakni akibat divonis berzina atas dasar persaksian orang lain) sedangkan secara batin ia tidak mau bertaubat maka ia masih punya urusan dengan Allah.

3. Jika secara batin ia bertaubat namun tidak bersedia di-hadd (karena takut atau malu misalnya) maka:

· Taubatnya patut diragukan, barangkali belum mencapai taubat nasuha.

· Jika rasa takut atau malunya merupakan perasaan kemanusiaan yang berlebihan dalam dirinya, sehingga ia tidak bersedia mengakui perbuatannya (yang berakibat ia bisa di-hadd), maka urusannya terserah Allah saja.

· Jika ia harus di-hadd karena vonis yang diakibatkan oleh persaksian yang benar dari orang lain, maka tidak ada jalan lain baginya kecuali memenuhi panggilan hukuman. Jika ia melarikan diri, wajib bagi pemerintah untuk mengejarnya, sebab ia telah melakukan tindak melawan hukum, yang berarti melawan syariat, yang berarti pula melawan Allah dan rasul-Nya.

Adapun pengertian zina yang hakiki, tidaklah terkait dengan bisa jatuhnya hadd atau tidak. Setiap bentuk hubungan kelamin antara dua orang berlainan jenis yang tidak diikat dalam pernikahan yang sah (menurut syariat Islam) adalah zina, tidak peduli terjadi orgasme ataukah tidak, dan tidak peduli apakah perbuatan itu jelas di mata hakim atau tidak (dalam rangka menjatuhkan hadd). Tetapi keterikatan terhadap taklif tetap merupakan prasyarat bahwa perbuatan yang sedemikian itu bisa disebut sebagai zina. Sebagai contoh, jika dua orang berlainan jenis yang tidak diikat oleh pernikahan yang sah melakukan hubungan kelamin secara sengaja maka keduanya dikatakan telah berzina secara hakiki, meskipun keduanya tidak mengaku atau tidak ada kesaksian yang cukup dari orang lain atas perbuatan mereka, sehingga hakim tidak bisa menjatuhkan hadd.

Sementara itu, berbagai bentuk perbuatan yang mengarah kepada zina hakiki (yakni berupa hubungan kelamin) termasuk dalam kategori mendekati zina, dan hukumnya adalah haram berdasarkan hukum Al-Qur’an. Contohnya adalah berbagai bentuk hubungan badan tanpa hubungan kelamin, bercengkerama yang mengarah kepada zina, berdua-duaan, pergaulan bebas, dan segala hal yang terangkum dalam apa yang biasa dikenal sebagai berpacaran, adalah haram karena tergolong mendekati zina, yang mana hal itu telah jelas-jelas diharamkan oleh Allah melalui Al-Qur’an.

Dalam hukum Barat, dua orang yang berzina atas dasar suka sama suka tidaklah dikategorikan melanggar hukum. Atau, jika tidak ada tuntutan kepada lembaga peradilan maka masalah ini bukanlah perkara hukum. Namun secara adat, sebagian besar masyarakat (termasuk non muslim) masih menganggap zina sebagai perbuatan tercela (aib). Anggapan ini tidak lain berasal dari fitrah kemanusiaan mereka. Buktinya, binatang tidak pernah menganggap perbuatan semacam itu sebagai perbuatan tercela.

Dalam Islam, justeru yang dilakukan secara suka sama suka itulah yang dinamakan dengan zina. Jika dilakukan secara paksa (yakni memperkosa) maka pemerkosa telah dikategorikan melakukan tindak hirabah, bukan lagi zina. Sementara yang diperkosa tidak dihukum, karena ia dipaksa. Hanya saja perlu dicatat bahwa ‘uqubat zina tidak akan jatuh apabila tidak ada pengakuan dari pelaku atau tidak ada tuntutan kepada pelaku (melalui persaksian yang memenuhi syarat).

Jadi, karena hukum Barat tidak mempunyai sandaran transendental, namun sekedar atas dasar humanisme (anthropo-sentris), maka sesuatu yang dilakukan atas dasar rela sama rela (tidak dipermasalahkan di kalangan manusia) – meskipun sebetulnya keji menurut agama, seperti perkara zina - sama sekali tidak diatur ketentuannya. Artinya, tidak dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum. Namun hukum Islam tidaklah demikian. Ia bersifat Ilahiyah (transendental). Meskipun seluruh manusia rela (ridha) namun Allah tidak ridha maka itu sudah termasuk pelanggaran hukum. Barangkali konsep ini akan lebih mudah dimengerti apabila dibahas dalam terminologi haqq Allah dan haqq al-Adamiy. Dalam hal ini, meskipun suatu pelanggaran hukum hanya berkaitan dengan haqq Allah maka itu sudah dikatakan sebagai pelanggaran hukum (yang bisa mendatangkan hukuman). Dan apabila diteliti secara amat mendalam, pada setiap bentuk pelanggaran hukum yang menyangkut haqq Allah saja sekalipun, mesti mengandung hikmah bagi kemaslahatan manusia.

Jadi, zina dilarang oleh Islam, bukanlah atas dasar seseorang yang berzina akan merugikan sesamanya (baik pasangan zinanya ataupun masyarakat). Namun, zina dilarang sebagai suatu hudud Allah (batasan-batasan Ilahiyah).

“Tilka hudud al-Lah fa la taqrabuha (Yang demikian itu merupakan hudud Allah maka janganlah kalian mendekatinya)”.

“Wa la taqrabu al-zina (Janganlah kalian mendekati zina)”.

Permasalahan yang hampir sama adalah larangan Allah kepada Adam agar tidak mendekati sebuah pohon di surga. Allah melarang Adam tanpa memberikan penjelasan yang memuaskan kecuali hanya “fa takuna min al-zhalimin (sehingga kalian berdua akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang aniaya)”.

Demikian juga dengan zina. Allah tidak memberikan penjelasan panjang lebar kecuali hanya “innahu kana fahisyat wa sa’ sabil(a)”. Dari ungkapan tersebut, kita tahu bahwa Allah melarang zina karena zina itu:

1. Fahisyat (keji)

2. Sabil al-su’ (jalan yang buruk)

Secara umum, Allah memang melarang segala bentuk fahisyat (Jmk: fahsya’). “Inna al-Lah ya’murukum bi al-‘adl wa al-ihsan wa yanhay ‘an al-fahsya’ wa al-munkar wa al-baghy”.

Dalam sebuah kamus disebutkan:

Al-fuhsy: al-qabih min al-qaul aw al-fi’l.

Al-fahisy (Muannats: al-fahisyat): al-qabih.

Jadi secara lughawi, fahisyat berarti segala yang buruk dan tercela, baik perkataan maupun perbuatan. Karena itu sudah cukup tepat kiranya jika fahisyat diterjemahkan sebagai “perbuatan keji”. Hanya saja permasalahannya kemudian adalah buruk atau keji menurut siapa? Jawabannya adalah buruk menurut Allah (karena Dia sendiri telah menyatakan demikian dalam Al-Qur’an) dan juga buruk menurut fitrah kemanusiaan (sebelum fitrah itu terkotori).

Sekarang kita membahas tentang zina sebagai sabil al-su’ (jalan yang buruk). Sabil (jalan) ialah suatu sarana untuk mengarahkan sesuatu kepada tujuan (target). Zina merupakan sarana yang mengantarkan manusia kepada kesengsaraan dan kehinaan. Dalam hal ini yang jelas adalah kesengsaraan dan kehinaan di akhirat. Apakah zina juga akan mengakibatkan kesengsaraan dan kehinaan di dunia? Ya. Kalaupun sepintas lalu terlihat tidak demikian, ketahuilah bahwa secara hakiki (minimal di mata Allah) zina akan menyebabkan kesengsaraan dan kehinaan di dunia ini. Jalan ke Surabaya tidak akan mengantarkan orang ke Madiun. Perumpamaan ini menggambarkan bahwa zina sekali-kali tidak akan pernah mengantarkan pelakunya kepada kebaikan yang hakiki. Tidak akan pernah!

Kalau ada sabil al-su’ maka tentunya juga ada sabil al-khair, yang dalam hal ini adalah “al-ladzina hum li furujihim hafizhun illa ‘ala azwajihim aw ma malakat aimanuhum fainnahum ghairu malumin, fa man ibtaghay wara’a dzalika fa ulaika hum al-‘adun” (yakni orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak mereka. Mereka itu bukanlah orang yang tercela. Adapun barangsiapa menempuh jalan selain itu maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas).

Dari nash-nash yang ada, dapat dilakukan istiqra’ (inferensi induktif) bahwa zina dilarang dalam rangka daf’ al-mafasid wa jalb al-mashalih (mencegah kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Secara lebih khusus, pelarangan zina merupakan penjagaan terhadap al-‘irdh (kehormatan) atau al-nasl (keturunan), yang mana hal ini termasuk kedalam al-dharuriyyat al-mu’tabarat.

Berangkat dari pemahaman bahwa dilarangnya zina merupakan hudud Allah maka implikasinya adalah bahwa kegagalan manusia dalam menyingkap hikmah-hikmahnya tidaklah akan bisa membatalkan pelarangan zina. Lagipula, berhasil tidaknya usaha-usaha menyingkap hikmah amat bergantung pada kemampuan akal manusia. Padahal, akal manusia bersifat terbatas.

Baiklah, mari kita mencoba mencari hikmah dibalik pelarangan zina:

· Apabila zina dibiarkan berkembang marak maka lembaga pernikahan (keluarga yang sah) akan rusak. Lahirlah anak-anak hasil zina tanpa ayah, yang akan tersia-siakan dan terlantar. Anak tersebut tidak mempunyai nasab yang jelas (ibnu man). Dalam Islam, nasab yang diakui adalah nasab patrilinier hasil pernikahan yang sah.

· Karena tidak mempunyai ayah yang sah maka hak-haknya untuk mendapat warisan menjadi rusak. Apabila anak tersebut seorang wanita, ia akan kehilangan kewalian seorang ayah. Tanpa ayah, seorang anak juga akan kehilangan pendidikan yang seharusnya bisa diperoleh dari seorang ayah (fatherly guide and advice). Disamping itu, anak akan merasa merana (mengalami beban psikologis) karena dipandang secara negatif oleh masyarakat. Anjuran Islam untuk memperhatikan nasab dalam memilih jodoh, akan menjadikannya tersisihkan. Beban-beban psikologis ini sangat potensial menimbulkan pesimisme, apatisme, dan berbagai kondisi psikologis yang fatal. Kondisi ini dalam batas tertentu sangat mudah mendorong si anak menjadi penjahat dan berbuat nekat.

· Karena hak mewarisi pada si anak menjadi rusak maka lembaga ‘aqilah (penanggung) juga ikut rusak.

· Meskipun pada dasarnya setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun kondisi ayah dan ibunya juga akan turut menentukan kondisi (kepribadian) si anak. Bagaimana jika ayah dan ibunya adalah pezina?

· Apabila si ibu meninggalkan anak tersebut, sehingga si anak hanya tinggal bersama ayahnya misalnya, maka si anak akan kehilangan kasih-sayang, pemeliharaan, dan pendidikan dari seorang ibu. Padahal, peran ibu amatlah penting bagi seorang anak.

· Pelarangan zina akan menjaga martabat kemanusiaan. Dengan menghindari zina, seorang manusia akan menjadi berbeda dengan binatang (yang bersenggama tanpa harus ada akad nikahnya dulu).

· Pelarangan zina akan mendidik sifat dan sikap bertanggung jawab. Seseorang yang ingin melampiaskan kebutuhan biologisnya (seksual), diharuskan menikah terlebih dulu, yang mana didalam pernikahan itu akan ada tanggung jawab yang harus diemban. Apabila belum mempunyai istitha’ah, seseorang dianjurkan menahan diri terlebih dulu sembari mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk mencapai istitha’ah. Ini semua mendidik rasa tanggung jawab. Lain halnya dengan seorang pezina. Untuk melampiaskan nafsu seksualnya ia melakukan zina, yang tidak menuntut tanggung jawab dan tidak meninggalkan beban-beban yang harus diemban sesudah melakukannya.

· Kasus-kasus zina terbukti telah menaikkan angka aborsi. Sementara aborsi sendiri adalah suatu dosa besar, disamping juga membahayakan kesehatan si ibu. Bahkan, seringkali terdengar berita seorang ibu mencincang-cincang bayi yang baru dilahirkannya akibat zina, kemudian dimasukkan kedalam plastik dan dibuang ke tempat sampah. Na’udzubillah. Kalaupun tidak begitu, biasanya seorang wanita pezina akan merasa malu tidak kepalang begitu melahirkan bayinya, sehingga dengan pikiran yang bingung ia pun membunuh bayinya.

· Kasus-kasus selingkuh (zina yang dilakukan oleh orang yang telah berkeluarga) akan menumbuhkan perasaan saling mencurigai, saling membenci, dan saling mendendam. Hal ini akan menumbuhkan permusuhan dan dendam dalam masyarakat. Bahkan fenomena ini juga kerap terjadi akibat zina pasangan muda-mudi (ghairu muhshan). Bagaimana berangnya keluarga si gadis begitu mengetahui anak gadisnya digauli secara tidak sah!

· Zina akan menumbuhsuburkan berkembangnya penyakit-penyakit kelamin. Yang paling menghebohkan sampai saat ini adalah HIV/AIDS.

· Hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan - yang bisa mengarah kepada zina - seringkali menumbuhkan permusuhan dan dendam. Alangkah seringnya terjadi kasus perkelahian - bahkan pembunuhan – diantara dua pemuda hanya gara-gara gadis pujaannya dipacari oleh pemuda lain. Sebaliknya, Islam mencegah fenomena semacam ini. Seorang muslim dilarang meng-khitbah seorang wanita yang sudah di-khitbah oleh saudaranya (muslim yang lain).

· Kasus-kasus aborsi akibat zina ataupun teknologi pencegahan kehamilan yang dimanfaatkan oleh para pezina, akan berdampak pada penurunan angka kelahiran. Apabila hal ini terjadi di kalangan umat Islam, maka jumlah generasi muslim akan berkurang. Hal ini berlawanan dengan tuntutan syariat dan akan menghambat laju kebangkitan Islam.

· Pelarangan zina akan melatih seseorang untuk pandai mengendalikan dirinya.

· Secara mental-spiritual, orang yang gemar berzina akan kehilangan kebijaksanaan (kearifan) dan cahaya hati.

Setelah kita merenungi hikmah dilarangnya zina, marilah sekarang memikirkan makna firman Allah “wa la taqrabu al-zina”. Teks ayat tersebut menunjukkan larangan mendekati zina (shighat nahy). Larangan mendekati disini bermakna sadd dzari’ah (prevensi) atau ihtiyath (kehati-hatian). Kalau mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukannya (qiyas aula).

Mengapa zina tidak boleh didekati? Logika yang paling mungkin adalah karena Allah tahu bahwa orang yang mendekati zina tidak akan bisa selamat dari zina – kecuali atas perlindungan dari Allah, sebagaimana kasus Yusuf as.

Dalam kondisi seseorang dekat dengan zina, godaan untuk melakukan zina akan dapat mengalahkan dzikir dan rasa takutnya kepada Allah (baca: lupa diri). Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena hebatnya tipu daya syaithan dan juga karena kelemahan manusia itu sendiri. Diantara kelemahan manusia adalah tergesa-gesa, yakni cenderung berpikir pendek dan sulit berpikir jauh ke depan.

Demikianlah, mengapa mendekati zina itu dilarang.

Terminologi “mendekati zina” bersifat relatif, karena ukuran dekat itu relatif. Yang jelas, semakin dekat suatu perbuatan kepada terjadinya zina maka semakin besar larangan terhadapnya dan tentu saja semakin besar dosanya. Jadi, derajat larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang bisa mengarah kepada zina itu berbeda-beda, tergantung pada seberapa dekatnya kepada terjadinya zina. Semakin jauh seseorang mengambil jarak terhadap kemungkinan terjadinya zina, berarti dia semakin berhati-hati, aman, dan terjaga kehormatannya.

Marilah kita renungkan sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa Allah telah menetapkan bagi setiap manusia bagiannya dari zina.

Zina mata : melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dalam melihatnya.

Zina telinga : mendengarkan hal-hal yang diharamkan mendengarkannya.

Zina tangan : menyentuh lawan jenis yang bukan haknya.

Zina hati : mengkhayalkan perbuatan zina.

Sedangkan yang akan membenarkan atau mendustakannya adalah kelaminnya (yakni terjadinya zina yang hakiki, dalam bentuk hubungan kelamin).

Dari hadits diatas, dapat dipahami bahwa zina mata, zina telinga, zina tangan, dan zina hati merupakan perbuatan-perbuatan mendekati zina. Perbuatan-perbuatan tersebut dilarang berdasarkan firman Allah “wa la taqrabu al-zina”.

Islam juga mengharuskan usaha-usaha untuk menghilangkan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya zina, misalnya tradisi berpakaian yang mengumbar aurat di hadapan orang asing / umum dan beredarnya berbagai bentuk pornografi. Hal ini mutlak dalam rangka penegakan syariat Islam. Selagi iklim suatu masyarakat masih sangat kondusif bagi tumbuh suburnya zina, maka hadd zina belum boleh diterapkan. Jika tidak begitu, alangkah banyaknya orang yang mesti dicambuk dan dirajam! Padahal, tujuan hadd bukanlah untuk menyakiti an sich, akan tetapi untuk mendidik. Iklim yang bebas dari pornografi dan menjamurnya tempat-tempat mesum merupakan prasyarat bagi pemberlakuan hadd. Jika iklim positif sudah terbentuk, saat itulah penguasa harus menerapkan hadd.


Solusi Islam

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, yakni kemenangan atau kesuksesan Iblis dalam menggelitik potensi kepenasaran seksual manusia, maka Islam pun memberikan tuntunan-tuntunan mengenai interaksi antara pria dan wanita. Tuntunan-tuntunan tersebut membentuk suatu pola pergaulan yang khas Islam, yang jika dicermati, merupakan suatu pola pergaulan yang elegan dan modern, beradab dan estetis. Kesan ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mempunyai hikmah, kebijaksanaan.

Selanjutnya, mari kita menyimak apa yang ingin dikatakan oleh Al-Qur’an.

“Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu keji (fahisyat) dan jalan yang buruk”

“Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah kepada mereka dari balik hijab. Yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka”.

Dari ayat pertama kita bisa memahami bahwa Allah melarang segala bentuk perbuatan yang bisa mendekatkan manusia kepada zina. Sementara dari ayat kedua, kita bisa memahami bahwa Allah memerintahkan manusia agar menjaga kesucian hatinya. Dua kata kunci, tidak mendekati zina dan menjaga kesucian hati, merupakan landasan kita dalam membahas masalah etika interaksi antara pria dan wanita.

Sumber :
http://menaraislam.com/content/view/41/1/

Awas !!! Pacaran = Mendekati Zina

Penulis: Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed

Saudara-saudaraku kaum muslimin,
Hati-hatilah terhadap perbuatan zina! Dan janganlah masuk ke-dalam jalan-jalan yang mendekati zina. Sesungguhnya sabar untuk tidak masuk ke jalan-jalan tersebut lebih mudah daripada sabar untuk tidak berzina ketika sudah ada di dalam jalannya.

Maka janganlah mendekati zina dan janganlah masuk ke dalam jalan-jalan yang mendekatinya. Dan diantara jalan-jalan tersebut adalah:

Pertama : Memandang wanita dan auratnya termasuk wajahnya.

Ini sangat erat sekali hubungannya dengan zina, hingga Allah berfirman:
} قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ { سورة النور الآية :30
Artinya : "Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."(An-nur : 30)

Demikian pula Allah memerintahkan kepada wanita agar menahan pandangannya terhadap laki-laki dan menjaga kemaluannya. Allah berfirman :
]وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ [سورة النور - 31
Artinya : "Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya." (QS An Nuur 31)

Dan karena menutup jalan menuju zina pula Allah memerintahkan para wanita mu'minah agar menutup auratnya. Allah berfirman selanjutnya :
}وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ { سورة النور 31
Artinya: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya." (An-Nur : 31)

Jadi jelas menyaksikan TV atau Video (terlebih film/video/vcd/dvd porno, red), dimana tampil wanita-wanita dengan membuka aurat dan berhias (Tabarruj) termasuk jalan kepada zina yang diharamkan oleh Allah. Demikian pula majalah-majalah, atau gambar-gambar (termasuk gambar cabul, gambar porno, majalah porno yang tersebar baik di media cetak maupun Internet, red).

Kedua : Pendengaran.

Pendengaranpun bisa menjadi jalan mendekati zina, bila mendengarkan nyanyian-nyanyian wanita yang bukan muhrimnya, apalagi dengan diiringi musik, dan isinya tentang cumbu dan rayu atau cinta dan kasih dll.

Oleh karena itu Allah berfirman kepada para istri-istri Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam,yang mereka itu adalah contoh teladan bagi seluruh kaum wanita muslimah:
} فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ { (سورة الأحزاب - 32)
Artinya: "Maka janganlah kalian tunduk (lemah) dalam pembicaraan sehingga menimbulkan keinginan pada orang-orang yang dihatinya ada penyakit...)" Q.S. Al Ahzab 32.

Ketiga : Ikhtilath (percampuran atau pergaulan bebas laki-laki dan wanita.

Ini adalah jalan yang paling banyak menjerumuskan manusia kepada zina. Betapa banyak perzinahan terjadi yang penyebabnya adalah perkenalan mereka di kantor, atau keakraban mereka di sekolah, kampus, atau perjumpaan mereka di kendaraan umum, dll.

Allah Taala berfirman:
}وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاء حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ سورة الأحزاب{ (سورة الأحزاب – 53)
Artinya : "Kalau kamu meminta kepada mereka sesuatu kebutuhan, mintalah dari balik hijab (tabir), yang demikian lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." Q.S. Al Ahzab 53.

Keempat : Khalwat (berduaan) dengan seorang wanita yang bukan mahramnya.

Ini lebih bahaya dari yang ketiga. Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali yang ketiganya adalah syaithon. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. bersabda:
(لا يخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم) رواه البخاري ومسلم
Artinya : "Janganlah sekali-kali seorang (diantara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan mahramnya (H.R Bukhari dan Muslim).

Dan Beliau Shalallahu 'alaihi wassalam juga bersabda :
(إياكم والدخول على النساء) رواه البخاري ومسلم
Artinya : "Janganlah sekali-kali kalian masuk ke (tempat) wanita." Maka berkatalah seorang dari kalangan Anshor : Bagaimana pendapatmu kalau wanita tersebut adalah ipar (saudara istri)?
Maka Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam. menjawab :
(الحمو الموت ) رواه البخاري ومسلم
Artinya : "Ipar adalah maut." (H. R. Bukhari dan Muslim.)

Maka termasuk jalan mendekati zina, perginya seorang perempuan dengan sopirnya, tinggalnya seorang laki-laki di rumah bersama pembantu perempuannya atau lainnya dari bentuk-bentuk khalwat walaupun asalnya berniat baik, seperti mengantarkan seorang wanita ke tempat tertentu.

Demikianlah wahai kaum muslimin, seluruh jalan-jalan kepada zina sudah Allah tutup. Dan semua itu sudah Allah haramkan dalam satu ayat:
} ولا تقربوا الزنى{. الإسراء 32
Dan Rasulullah telah mengatakan dalam satu haditsnya :
(كتب على ابن آدم نصيبه من الزنا فهو مدرك ذلك لا محالة: العينان زناهما النظر والرجل زناهما الخطى ، والقلب يهوى ويتمنى، ويصدق ذلك الفرج أو يكذبه ) رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي
Dari Abi Hurairah Radiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. bahwa Beliau bersabda: "Telah ditulis atas anak adam nasibnya (bagiannya) dari zina, maka dia pasti menemuinya, zina kedua matanya adalah memandang, zina kakinya adalah melangkah, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan, dan dibenarkan yang demikian oleh farjinya atau didustakan," (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i).

Dan dalam riwayat lain Beliau bersabda:
(....واليدان تزنيان فزناهما البطش، والرجلان تزنيان فزناهما المشي والفم تزني فزناه القبل ) رواه مسلم وأبو داود
"Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium." (H.R. Muslim dan Abu Dawud).

Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah, sesungguhnya Allah telah memerintahkan dengan wasiat -sedangkan wasiat lebih dari sekedar perintah agar menjauhi seluruh fahisyah (perbuatan keji):
}ولا تقربوا الفواحش ما ظهر منها وما بطن، ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق، ذلكم وصاكم به لعلكم تعقلون{ سورة الانعام 151
Artinya : "...Dan janganlah kamu mendekati fahisyah yang tampak atau yang tersembunyi, dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak. Demikian itu yang diwasiatkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami." (Al Qur’an Surat Al An'am 151)

Dan juga Allah mengatakan bahwa diantara sifat-sifat orang mu'min yang akan beruntung adalah seorang yang menjaga kemaluannya dari zina,:
}والذين هم لفروجهم حافظون إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون{ ( سورة المؤمنون 5-7)
Artinya :"...Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka atau perempuan-perempuan yang mereka miliki maka mereka tidak tercela. Barang siapa mencari selain itu maka merekalah orang-orang yang melampaui batas.." Q.S. Al Mu'minun 5-7
Maka kembalilah kepada Allah., sesungguhnya Allah akan membalas mereka yang berbuat ihsan dengan ihsan, yaitu orang orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.

Firman Allah:
}وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاؤُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى * الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى{ (سورة النجم 31-32)
Artinya: "Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk Allah balas orang-orang yang berbuat kejelekan atas apa-apa yang mereka kerjakan, dan Allah balas orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan) dengan ihsan, yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah kecuali dosa-dosa kecil, sesungguhnya Allah Maha luas ampunan-Nya." (Q.S. An Najm 31-32).
Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mempersiapkan kenikmatan-kenikmatan dan kelezatan-kelezatan disisiNya yang jauh lebih baik dan lebih kekal untuk orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah serta menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.

Firman Allah Ta'ala:
}فَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُون{ ( سورة الشورى 36-37)
Artinya: "Dan suatu apapun yang di berikan kepada kalian itu hanyalah kenikmatan hidup didunia, dan apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal, untuk orang-orang yang beriman dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal. dan (bagi) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji (fahisyah) dan apabila mereka marah mereka memaafkan." Q.S. Asy Syura 36-37.

Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah... dan bertaubatlah kepada-Nya.... Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحابه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا اله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك.

(Ditulis oleh al Ustadz Muhammad Umar as Sewed dengan judul لا تقربوا الزناJANGANLAH MENDEKATI ZINA, di Islamic Center Unaizah, King of Saudi Arabia, saat beliau belajar pada syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin rahimahullah.)

Sumber :
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=810

Larangan Berbuat Zina

Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali

Allah Ta'ala berfirman, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin," (an-Nuur: 2-3).

Allah Ta'ala juga berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk," (al-Israa': 32)/

Allah berfirman, "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina," (al-Furqaa: 68-69).

Allah berfirman, "Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (al-Mumtahanah: 12).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong," (HR Muslim [107]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw. bersabda, "Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin," (telah ditakhrij pada bab sebelumnya).

Masih diriwayatkan darinya dari Nabi saw. beliau bersabda, "Jika seorang hamba berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya," (Shahih, HR Abu Dawud [4690]).

Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, "Bagaimana pandangan kalian tentang zina?" Mereka berkata, "Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat." Beliau bersabda, "Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya," (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [103]).

Kandungan Bab:

1. Kerasnya pengharaman zina. Zina adalah seburuk-buruk jalan dan sejelek-jelek perbuatan. Terkumpul padanya seluruh bentuk kejelekan yakni kurangnya agama, tidak adanya wara', rusaknya muru'ah (kehormatan) dan tipisnya rasa cemburu. Hingga engkau tidak akan menjumpai seorang pezina itu memiliki sifat wara', menepati perjanjian, benar dalam ucapan, menjaga persahabatan, dan memiliki kecemburuan yang sempurna kepada keluarganya. Yang ada tipu daya, kedustaan, khianat, tidak memiliki rasa malu, tidak muraqabah, tidak menjauhi perkara haram, dan telah hilang kecemburuan dalam hatinya dari cabang-cabang dan perkara-perkara yang memperbaikinya. (lihat Raudhatul Muhibbin [360]).

2. Ancaman yang keras terhadap pelaku zina. Dan hukuman bagi pezina dikhususkan dengan beberapa perkara:

a. Kerasnya hukuman
b. Diumumkannya hukuman
c. Larangan menaruh rasa kasihan kepada pezina

3. Hukuman bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam sampai mati. Rasulullah saw. telah merajam sebanyak enam orang di antaranya adalah Mu'iz, wanita al-Ghamidiyah dan lain-lain.

4. Adapun berzina dengan wanita yang masih mahram mewajibkan hukuman yang sangat keras, yakni dibunuh.

Ibnul Qayyim berkata dalam Raudhatul Muhibbin (374), "Adapun jika perbuatan keji itu dilakukan dengan orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dari para mahramnya, itu adalah perbuatan yang membinasakan. Dan wajib dibunuh pelakunya bagaimanapun keadaannya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan yang lainnya."

5. Zina ada beberapa cabang, seperti zina mata, zina lisan, dan zina anggota badan. Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda, "Allah telah menetapkan atas setiap Bani Adam bagiannya dari zina yang tidak bisa tidak pasti ia mendapatinya. Zina mata adalah melihat, zina lisan adalah berbicara, hati berangan-angan serta bernafsu dan kemaluan membenarkan atau mendustakannya."

Sumber:
Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/453-461. Dalam :
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3003&Itemid=67

Hukum Nikah dengan Wanita Hamil Akibat Zina

Pertanyaan

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Pak ustad, saya ingin menanyakan hal yang baru saya ketahui setelah kurang lebih 2 tahun usia pernikahan saya. Sebelumnya saya membaca artikel mengenai hukum menikahi wanita yang hamil akibat zina. Berdasarkan artikel tersebut saya mengetahui bahwa kalau yang menikahi wanita tersebut bukan yang menzinai maka pernikahan tersebut tidak sah.

Saat ini saya telah menikah dengan satu orang anak. Dulu ketika saya melangsungkan akad nikah, calon istri saya tengah hamil 4 bulan, akan tetapi kehamilan tersebut disebabkan hubungan dengan mantan pacarnya. Mantan pacar istri saya tersebut tidak mau bertanggung jawab dan meninggalkannya. Dengan pertimbangan yang sangat panjang, akhirnya saya memutuskan untuk menikahi calon istri saya tersebut dan bersedia menjadi ayah dari anak yang di kandung calon istri saya tersebut.

Mulai saat itu saya dan calon istri saya bertekad untuk membangun lembaran kehidupan yang baru, membangun keluarga sakinah, mawadah, warahmah. Sampai saat ini pun saya masih mencintai istri dan anak saya tersebut.

Yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Bagaimana hukumnya menikahi wanita yang sedang hamil akibat dizinai oleh orang lain?
2. Apakah akad nikah tersebut sah atau tidak?
3. Kemudian apabila tidak sah apakah harus dilakukan akad nikah lagi?
4. Apakah saya berdosa menikahi istri saya tersebut?

Demikian Pak Ustad, jawaban dari Pak Ustad sangat kami harapkan untuk memberikan ketentraman dan ketenangan batin bagi jiwa kami yang sangat tergoncang saat ini. Kami juga mengharapkan saran atas keadaan yang saya alami ini. Terimakasih.

Wassalam,


Penanya



Jawaban

Wa 'alaikum Salam Wr Wb

Semoga Allah memberikan kekuatan lahir batin untuk kita semua

1. Apa hukum menikahi wanita hamil akibat hubungan yang tidak sah (zina)? Para Ulama berbeda pandangan apakah boleh tidak menikahi wanita hamil dari perzinaan. Tetapi intinya, ada sebagian yang memperbolehkan dengan syarat yang berzina tadi sudah taubat nasuha. Semoga ini melegakan

2. Jika mengacu pada pandangan yang memperbolehkan menikah dengan orang yang telah berzina, maka nikahnya dianggap sah, tentu jika rukun dan syaratnya terpenuhi.

3. Karena kita berpandangan nikah tersebut sah jadi kita tidak perlu mengulangi akad nikah tersebut.

4. Apakah berdosa? Pada dasarnya pernikahan orang yang terhormat (tidak pernah berzina) hanya dengan orang yang terhormat. Di sana juga ada perintah menikahi wanita shalihah dan terhormat (tidak ternodai kehormatannya) dan larangan menikahi orang musyrik dan pezina. Jadi, menikahi pezina hukumnya dosa. Tentu diangap pezina jika belum taubat. Jika sudah taubat dianggap sebagai orang yang terhormat kembali. Jadi nikahnya sah tetapi mengandung unsur dosa. Tinggal sekarang bertaubatlah kalian berdua dengan baik. Semoga Allah memberikan limpahan karunia kepada Anda berdua. wa Allahu a'lam bi ash-Shawab.

Sumber :
Republika Newsroom
http://www.republika.co.id/berita/68241/Hukum_Nikah_dengan_Wanita_Hamil_Akibat_Zina
10 Agustus 2009

Perwalian untuk Anak Perempuan Hasil Zina

Tanya:

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Saya seorang akhwat ingin menanyakan tentang masalah hak waris dan perwalian saat nikah.
Seorang anak perempuan yang lahir dari hasil perzinaan. Namun orang tua dari anak ini akhirnya menikah ketika usia kandungan anak 3 bulan. Yang saya tanyakan, kelak ketika sang anak beranjak dewasa apakah dia berhak atas waris dari ayahnya dan apakah sang ayah berhak menjadi wali nikah apabila sang anak perempuan ini menikah? Dalil-dalil apa saja yang menjelaskan tentang kedua hal tersebut? Jazakumullah khoiron katsiron
Wassalamu’alaikum wr. wb. (lewat email).

Jawab:

Wa’alaukumus salam warahmatullah wa barakatuh


Jawab

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

“Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa” (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457 dari Aisyah).

Berdasarkan hadits tersebut maka anak dinasabkan kepada suami yang sah. Jika tidak ada suami yang sah maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya. Oleh karena itu, anak yang lahir dari hasil perzinaan tidak di nasabkan kepada bapak biologisnya namun kepada ibunya.

Hal ini disebabkan nabi mengatakan bahwa laki-laki yang berzina tidak memiliki hak apa-apa pun terhadap hak nasab, perwalian dalam nikah, mewarisi, kemahraman ataupun kewajiban memberikan nafkah kepada anak, semuanya tidaklah dimiliki oleh laki-laki yang berzina (baca: bapak biologis). Akan tetapi bapak biologis ini tidak diperbolehkan menikahi anak hasil zinanya menurut pendapat mayoritas ulama dan inilah pendapat yang benar.

Berdasarkan penjelasan di atas maka bapak biologis tersebut tidak berhak menikahi anak perempuan hasil zinanya. Bahkan anak perempuan tersebut tidaklah memiliki wali untuk pernikahannya sehingga berlakulah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ

“Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah” (HR Abu Daud no 2083 dan dinilai shahih oleh al Albani).

Untuk negeri kita yang dimaksud dengan penguasa dalam hal ini adalah petugas kantor urusan agama.

Demikian pula bapak biologis tidak memiliki hak waris jika anak hasil zinanya meninggal dunia terlebih dahulu dan meninggalkan warisan. Demikian pula sebaliknya, anak zina tidak berhak mendapatkan harta warisan peninggalan bapak biologisnya.

Sumber :
Konsultasi dari Majalah Swara Qur'an, dalam :
http://ustadzaris.com/perwalian-untuk-anak-perempuan-hasil-zina
30 November 2009

Zina dan AIDS

Oleh A Fatih Syuhud

1 Desember bertepatan dengan hari AIDS/HIV sedunia. Konferensi dan seminar diadakan di mana-mana untuk mencoba mencari solusi dari penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obat penangkalnya. Banyak tawaran solusi yang diajukan, seperti pemakaian kondom, dan lain-lain. Seperti diketahui, penyebab AIDS/HIV bermacam-macam: dari transfusi darah, hubungan seks yang sah (suami/istri) dengan pelaku HIV/AIDS, berzina dengan penderita penyakit ini, sampai hubungan zina homoseksual. Dari data survei, penderita terbanyak adalah diakibatkan oleh perbuatan zina. Baik zina antarlawan jenis maupun dengan yang sesama jenis.

Zina dalam Islam termasuk salah satu dosa besar yang harus dijauhi oleh semua individu yang mengklaim dirinya muslim. Al Quran, Surah Al Isra ayat 32, secara eksplisit menyatakan “Janganlah mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan tercela dan suatu jalan (menuju banyak) kejahatan (dan keburukan yang lain).”

Menurut pakar tafsir kontemporer, Abdullah Yusuf Ali, penyebab larangan keras Al Quran atas perbuatan zina karena beberapa faktor. Pertama, zina tidak hanya perilaku yang sangat memalukan, tapi ia juga tidak konsisten dengan self-respect atau respek pada manusia lain. Kedua, zina membuka jalan pada banyak perbuatan jahat yang lain. Ketiga, zina menghancurkan fondasi dasar keluarga. Keempat, ia dapat menyebabkan pembunuhan, permusuhan dan hilangnya reputasi dan harta benda pelakunya. Kelima, ia juga secara permanen melepaskan ikatan hubungan keluarga dan masyarakat. Keenam, apabila terjadi “kecelakaan” (hamil), maka hal itu bertentangan dengan maslahat anak yang lahir atau yang akan lahir dari hubungan zina itu.

Dalam Surat Annur Ayat 2 Allah menganjurkan agar muslim atau muslimah tidak menikah dengan mereka yang pernah atau terbiasa melakukan zina. Karena Islam memerintahkan perlunya kesucian diri, baik lelaki dan wanita, di segala waktu – sebelum menikah atau selama berumah tangga.

HIV/AIDS hanyalah salah satu efek buruk perbuatan zina seperti disinggung dalam Surah Al Isra: 32 di atas. Tidak menutup kemungkinan efek-efek lain yang jauh lebih mengerikan dari AIDS akan menyusul apabila zina masih dianggap sebagai hal biasa tanpa sedikit pun mengindahkan larangan Sang Pencipta. Tidak ada obat pencegahan AIDS yang paling mujarab bagi umat Islam kecuali menjauhi zina dan tidak menikahi mereka yang pernah melakukan zina.

Hal paling mendasar yang membuat manusia suka terlena dan melakukan perbuatan zina dan dosa-dosa besar lainnya seperti minum alkohol dan korupsi adalah karena seringnya manusia memikirkan kesenangan jangka pendek dan melupakan akibat jangka panjang; baik dampak buruk bagi dirinya sendiri maupun bagi tatanan sosial masyarakat secara umum. Apabila setiap individu muslim bertekad untuk menjalani setiap larangan besar dalam Islam, dalam hal ini larangan berzina, maka umat Islam akan menjadi pelopor penanggulangan penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia. Itulah salah satu makna implisit keagungan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).[]

Sumber :
http://alkhoirot.com/2008/01/25/zina-dan-aids/
25 Januari 2008

Menyiasati Hukum Zina

Assalammualaikum wr wb

Semoga Allah senantiasa memberikan rahmatnya kepada Ustadz dan keluarga. Begini pak Ustadz. Ada kawan saya menanyakan pada saya sehubungan dengan gaya pacaran dia, dan saya agak bingung menjawabnya.

Kawan saya ini pacaran sama janda tanpa anak. dalam acara kencannya dia memang agak keterlaluan, dalam keadaan sama-2 telanjang mereka berpacu dalam shahwat dimana wanitanya mengulum maaf, kemaluan teman saya. dan teman saya berkeyakinan kalau dia tidak melakukan persetubuhan/jima' dengan pacarnya dengan alasan kalau Mr. P nya tidak dimasukkan kedalam kemaluan wanitanya karena hanya disentuh-2kan saja tanpa dimasukkan. Menurut dia HUKUM JIMA' adalah bila Mr. P masuk kedalam Ms. V itu baru Zinah. termasuk mengulum Mr.P adalah bukan kategori Jima' alias Zinah.

Bagaimana menurut pak ustadz, saya bingung .

Terimakasih atas jawabannya, semoga menambah pengetahuan buat saya yang lagi belajar Agama.

Wasalammualaikum Wr Wb

Abu Kusuma


Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Abu Kusumah yang dirahmati Allah swt

Memang apa yang dilakukan kawan anda dengan pasangan kencannya yang tidak halal itu tidak terkategorikan jima’ karena jima’ didalam istilah fiqih adalah masuknya kemaluan pria kedalam kemaluan wanita sehingga bisa dikenakan hukuman had (hukum zina) dengan dicambuk atau dirajam akan tetapi bukan berarti bahwa hal itu tidak termasuk kedalam perbuatan zina yang diharamkan Allah swt.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)

Imam Bukhori memasukan hadits ini kedalam Bab Zina Anggota Tubuh Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada masuknya kemaluan pria kedalam kemaluan wanita saja. Namun zina bisa dilakukan dengan mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan. Dan apa yang dilakukan kawan anda itu jelas lebih berat dari sekedar memandang atau menyentuh.

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol yaitu,”Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya adalah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fathul Bari juz XI hal 28)

Allah swt melarang dan mengharamkan setiap hamba-Nya melakukan segala perbuatan yang bisa mengantarkan pelakunya—muqoddimah—kepada terjadinya perzinahan yang sebenarnya sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 36)

Namun bukan berarti bahwa muqoddimah zina diperbolehkan dengan alasan bahwa perzinahan belumlah terjadi. Karena zina termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt maka segala perbuatan yang menyebabkan terjadinya perzinahan tersebut juga diharamkan, sebagaimana disebutkan didalam kaidah ushul “Apa Saja yang Membawa Kepada yang Haram adalah Haram”

Untuk itu hendaklah anda mengingatkan teman anda itu agar kembali kepada Allah swt dan memintanya untuk segera bertaubat dan menghentikan segala perbuatan yang menjadi muqoddimah zina, seperti : berduaan dengan yang bukan mahramnya (pacaran), memandang, menyentuhnya terlebih lagi dari perbuatan yang seperti anda ceritakan diatas.

Wallahu A’lam

Sumber :
Ustadz Sigit Pranowo, Lc.
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/zinahkah.htm
9 Desember 2009

Perkawinan Setelah Melakukan Zina

Tanya:

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Yang ingin saya tanyakan:

Apakah bila seseorang (laki-laki) menikah dengan seseorang (perempuan) yang perempuan dalam keadaan hamil (oleh perbuatan silaki-laki tsb.) harus diulang setelah kelahiran si anak? Saya menanyakan ini - karena ada pendapat lain yang mengatakan tak perlu nikah ulang, selama pernikahan itu dilakukan antara perempuan dan laki-laki, ayah dari anak tsb.

Apakah ini termasuk aib yang harus ditutupi? Tidak boleh diketahui orang lain? bahkan keluarga dekat. Bagaimana dengan hak silaturahmi anak tersebut, juga hak kasih sayang yang seharusnya ia dapatkan dari lingkungan terdekat (keluarga) juga perkembangan jiwa si anak - karena dia seakan ikut menanggung kesalahan orang tuanya.

Demikian, terima kasih atas jawabannya.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Saya ingin menanyakan masalah yg berkaitan Zinah, hal ini sering kali ditanyakan oleh teman-teman saya namun saya masih bingung untuk menjelaskannya yaitu bagaimana hukumnya bagi seorang pasangan yg hamil duluan sebelum pernikahan dilaksanakan walaupun akhirnya mereka menikah. Karena saya pernah dengar bahwa jikalau seorang pasangan menikah karena kecelakaan maka setelah sijabang bayi lahir kedunia maka mereka wajib melaksanakan pernikahan sekali lagi bagaimana hal ini ditanggapi dalam agama Islam dan apakah ada cara lain yg membuat perkawinan mereka menjadi sah apalagi mereka menyesali dan bertobat atas kelakuan mereka terdahulu. Demikianlah pertanyaan saya semoga saudara-saudaraku di pesantren virtual bisa memberikan jawaban yg bisa saya jelaskan kepada teman-teman saya. Atas bantuannya semoga Allah memberikan ganjaran yg sepantasnya kepada saudara.


Jawab:

Para ulama dari keempat madzhab sepakat membolehkan perkawinan antara 2 insan yang berzina sebelumnya. Jadi tidak perlu diulangi akad pernikahannya setelah sang perempuan melahirkan anak. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surat al-Nur ayat 3 : "Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak mengawini melainkan laki-laki yang berzina atau yang musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman". Adapun masalah status anak, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad nikah, maka si anak sah dinasabkan pada si bapak.

Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan, maka anak ini tidak bisa langsung dinasabkan pada Bapaknya, kecuali jika si Bapak menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya.

Yang menjadi perdebatan antar ulama adalah jika seorang laki-laki baik-baik mengawini seorang perempuan yang telah melakukan zina. Sebagian ulama seperti Imam Hasan al-Basri melarang hal tersebut dengan argumentasi dalil di atas yang jelas-jelas mengharamkan seorang perempuan yang berzina untuk menikah dengan laki-laki mukmin. Sementara mayoritas ulama membolehkan perkawinan ini dengan berdasar pada ayat 24 surat al-Nisa`, "Dan dihalalkan bagi kamu sekalian selain yang demikian". (selain yang tersebut dalam daftar perempuan yang tidak boleh dinikahi, disini perempuan yang berzina tidak masuk kategori). Juga berdasar hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i dari Ibnu Abbas, diceritakan bahwa "Seorang laki-laki datang mengadu pada Nabi saw, "Isteriku tidak menjauhi tangan-tangan nakal (maksudnya berzina -red). Rasul pun menasehatinya, "Jauhilah dia!!" Laki-laki tadi menjawab, "Tapi saya kahwatir hatiku masih terikat padanya." Rasul menimpali, "(kalau begitu) pertahankan saja" (Nail al-Authar 6/145).

Mayoritas ulama ini juga memberikan catatan-catatan sbb:
1- Madzhab Hanafy:
Jika si perempuan yang berzina tersebut terbukti tidak hamil, maka akad pernikahannya sah. Dan jika si perempuan sudah hamil akad nikahnya sah juga, tapi si suami tidak boleh menggaulinya hingga ia melahirkan bayi hasil zinanya.

2- Madzhab Maliky:
Tidak boleh menikahi seorang perempuan yang berzina kecuali setelah berlalu 3 bulan (3 masa haid). Kurang dari itu, perkawinannya batal, baik perempuan itu sudah hamil atau belum.
3- Madzhab Syafii :
Membolehkan perkawinan tersebut dengan dalil hadis Aisyah di atas.

4- Madzhab Hanbaly:
Boleh mengawini perempuan yang berzina, dengan 2 syarat:
- Setelah masa 'iddah selesai, yaitu sampai si perempuan melahirkan.
- Si perempuan bertaubat dari perbuatan haram tersebut.

Tata cara perkawinannya tetap mengikuti prosedur biasa, yaitu dengan mendatangkan 2 saksi dan wali. Juga disunnahkan mengadakan walimah. Yang penting perkawinan tersebut telah memenuhi syarat-syarat pernikahan. Adapun nikah sirri, di mana wali, saksi dan kedua mempelai menyembunyikan perkawinan ini dari masyarakat walaupun keluarganya sendiri, menurut Imam Hanbal boleh-boleh saja meski makruh.

Apakah perzinahan yang mereka lakukan itu adalah 'aib? Iya, 'aibnya tetap saja 'aib. Tak perlu diperbincangan. Bahkan dosa memperbincangkannya dengan nada mencemoohkan. Apalagi menghina. Karena apapun bentuk cemoohan dan hinaan itu tindakan berdosa. Kalau memang perlu diketahui, dan ada maslahat di situ, juga tak ada maksud lain kecuali kebaikan, ya tak apa-apa diberitahukan saja.

Perlu disadari keluarganya, bukankah betapapun besarnya sebuah dosa, Allah swt. lebih luas pintu ampunannya? Perkawinan mereka sah. Tinggal yang terpenting mereka menyesali sedalam-dalamnya perbuatan dosanya itu, dan kini menjadi pasangan yang baik-baik. Sudah tak ada masalah. Anaknya yang hasil zina itu juga mempunyai hak yang sama dengan manusia biasa. Dia terlahir atas kehendak Allah, dalam keadaan fitri, tak punya dosa.


Kamran As'ad Irsyady

Tanggapan

Assalamu'alaikum

Saya seorang muslim berumur 20 tahun yang tinggal di Jakarta ingin menanyakan lebih lamjut kepada PV mengenai pernikahan dua orang yang berzina.
Saya pernah mendengarkan ceramah seorang ustadzah terkenal di Indonesia bahwa memang pernikahannya sah secara hukum nikah akan tetapi secara moral belum. Ibarat kita ingin mengecat ulang tembok karena bernoda yang tidak dapat dihilangkan, maka cara terbaik adalah bukan dengan menimpa noda tersebut dengan cat baru dengan maksud menutupinya, akan tetapi kita mengerok tembok tersebut terutama pada noda hingga catnya bersih, barulah kita mengecatnya dengan cat yang kita inginkan. Begitu pula dengan pernikahan dua orang yang berzina, mereka memiliki aib dan noda yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan hukum Allah di dunia yaitu rajam, setelah mereka dirajam maka ibarat kita membersihkan noda dan mengerok cat di tembok tadi, mereka sudah suci kembali. Maka pernikahan yang mereka lakukan setelah dirajam akan membuat mereka tidak termasuk pezina yang menikahi pezina akan tetapi menjadi mukmin yang menikah dengan mukminah.
Bagaimana pendapat Anda?


Tanggapan:

Terima kasih atas tanggapan Anda. Ada beberapa hal yang urgen kita diskusikan lagi, 1- Islam adalah agama toleran, noda sehitam apapun dapat hilang dengan kebaikan, bahkan noda tersebut memang harus ditimpa dengan kebaikan. Allah berfirman dalam surat al-Anfal:8/38, "Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu". Rasulullah dalam sebuah hadits juga menyatan, "Bertaqwalah dimana kamu berada. Ikutilah kejelekan (yang telah kamu perbuat) dengan kebaikan, maka (kebaikan itu) akan menghapusnya".

2- Islam adalah agama yang menjunjung tinggi penegakan hukum, akan tetapi syariat Islam juga mengenal mekanisme taubat dan dispensasi bahkan bebas hukum. Syehk Ibnu Qayyim al-Jauzi dalam kitab A`lam al-Muwaqi`in mengatakan bahwa Allah menjadikan hudud (vonis) sebagai hukuman bagi para pelaku kejahatan, namun Dia (Allah) membebaskan pelaku kejahatan yang bertaubat nashuha secara syara` dan ketentuan hukum. Dengan demikian, tidak ada sama sekali dalam syariat Allah mengenai vonis hukuman bagi orang yang bertaubat. Dalam al-Quran dan hadits banyak sekali kita jumpai statemen Allah dan RasulNya yang pada intinya mengungkapkan Maha Kasihnya Allah bagi orang-orang yang bertaubat bahwa orang yang bertaubat dari dosa statusnya seperti orang yang tidak berdosa. (Lihat al-Maidah:5/39, Al-Anfal:8/37, Al-Nisa:4/16). Bahkan secara spesifik dan lugas, al-Qur'an menegaskan pembebasan vonis zina dengan taubat sebagaimana firman Allah dalam al-Nisa: 4/16, "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Namun jika kemudian mereka bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang".
Tersebut juga dalam Shahih Bukhori dan Muslim sebuah hadits riwayat Anas bin Malik, dia berkata, "Saya bersama Rasul saw, kemudian ada seorang laki-laki datang dan berkata: 'Saya telah berbuat kejahatan yang berhak divonis had, laksanakanlah hukuman atas saya'. Rasulpun tidak menanyakan apa-apa, kemudian datanglah waktu salat. Laki-laki tersebut pun kemudian salat bersama Nabi saw. Setelah selesai salat, laki-laki itu menghadap Rasul dan mengulangi pengakuannya. Rasulpun berkata, 'Bukankah kamu tadi salat bersama kami?'. Dijawab: 'Iya.' Rasulpun bersabda, 'Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa kamu.'

Sebagai catatan, memang ada pendapat tegas yang mengatakan bahwa taubat tidak bisa menggugurkan seluruh vonis had yang khusus menyangkut 'hak' Allah, seperti zina, pencurian, minum khamr, baik setelah diajukan di pengadilan ataupun belum, sebab jika dibolehkan pengguguran vonis had dengan hanya taubat, maka tentunya setiap penjahat bisa saja bebas dari hukuman dengan hanya mengaku bertaubat. Dan ini tentunya malah akan lebih mendorong tumbuhnya kejahatan. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas Malikiyyah, Syafi'iyah, Zhahiriyyah, Zaidiyah dan Ibazhiyyah.

Namun berpijak dari ekplisit ayat-ayat al-Quran dan hadis, serta berpegang dengan asas penutupan aib dalam Islam -apalagi dalam konteks hukum Indonesia yang lebih menitik-beratkan pada hukum konvensional, kami lebih memilih pembebasan vonis had zina dengan taubat selama memang benar-benar ikhlas demi kemaslahatan dibuktikan dengan perkawinan antara keduanya, apalagi perbuatan zina tersebut tidak menyangkut hak-hak individu orang lain.

3- Islam mempunyai 2 vonis hukuman bagi pezina, yaitu rajam (bagi pezina yang sudah menikah) dan jilid seratus kali (bagi pezina yang belum menikah).

4- Adapun masalah status keimanan pezina setelah divonis hukuman had, ia memang telah benar-benar seorang mukmin/mukminah bukan fasiq lagi. Seorang pezina yang sudah dirajam/jilid, ia memang sudah terbebas dari konsekuensi vonis Allah, tapi ia masih mempunyai beban konsekuensi kemanusian atas anak hasil hubungan mereka. Maka sebagai realisasi tanggung jawab kemanusian (hablun minannas) dan demi menghindarkan kesemrawutan penasaban si jabang bayi hasil perzinahan tersebut, maka Islam secara bijak mengatur mekanisme perkawinan antar-pezina, di samping sebagai apresiasi taubat nashuha dengan menutupinya dengan berbuat kebaikan.

Wassalam

Kamran Asad Irsyady

Sumber :
http://www.pesantrenvirtual.com/tanya/059.shtml
14 Desember 2000

Bahaya dan Akibat Buruk Zina

ZINA merupakan kejahatan yang sangat besar yang memberi kesan amat buruk kepada penzina itu sendiri, khususnya dan kepada seluruh umat amnya. Di zaman sekarang di mana banyaknya saluran dan media yang berusaha menyeret kearah perbuatan keji ini, maka amat perlu untuk setiap orang mengetahui bahaya dan akibat buruk yang timbul dari dosa zina. Kita semua hendaklah lebih berhati-hati dan berwaspada agar tidak terjerumus, hatta, walaupun hanya mendekatinya.

Di antara akibat buruk dan bahaya tersebut adalah :

1. Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan yakni berkurangnya agama si penzina, hilangnya sikap wara’ (menjaga diri dari dosa), buruk keperibadian dan hilangnya rasa cemburu.
2. Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu hal yang amat diambil berat dan perhiasan yang sangat indah khasnya bagi wanita.
3. Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
4. Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya.
5. Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
6. Akan menghilangkan kehormatan pelakunya dan jatuh martabatnya baik di hadapan Allah mahupun sesama manusia.
7. Allah akan mencampakkan sifat liar di hati penzina, sehingga pandangan matanya liar dan tidak terkawal.
8. Pezina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan mual dan tidak percaya.
9. Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dihidu oleh orang-orang yang memiliki ‘qalbun salim’ (hati yang bersih) melalui mulut atau badannya.
10. Kesempitan hati dan dada selalu meliputi para pezina. Apa yang ia dapati dalam kehidupan ini adalah sebalik dari apa yang diingininya. Ini adalah kerana, orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara bermaksiat kepada Allah maka Allah akan memberikan yang sebaliknya dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan maksiat sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
11. Penzina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari yang jelita di syurga kelak.
12. Perzinaan menyeret kepada terputusnya hubungan silaturrahim, derhaka kepada orang tua, pekerjaan haram, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunan. Bahkan boleh membawa kepada pertumpahan darah dan sihir serta dosa-dosa besar yang lain. Zina biasanya berkait dengan dosa dan maksiat yang lain sebelum atau bila berlakunya dan selepas itu biasanya akan melahirkan kemaksiatan yang lain pula.
13. Zina menghilangkan harga diri pelakunya dan merosakkan masa depannya di samping meninggalkan aib yang berpanjangan bukan sahaja kepada pelakunya malah kepada seluruh keluarganya.
14. Aib yang dicontengkan kepada pelaku zina lebih membekas dan mendalam daripada asakan akidah kafir, misalnya, kerana orang kafir yang memeluk Islam selesailah persoalannya, namun dosa zina akan benar-benar membekas dalam jiwa kerana walaupun akhirnya pelaku zina itu bertaubat dan membersihkan diri dia akan masih merasa berbeza dengan orang yang tidak pernah melakukannya.
15. Jika wanita yang berzina hamil dan untuk menutupi aibnya ia mengugurkan kandungannya itu maka dia telah berzina dan juga telah membunuh jiwa yang tidak berdosa . Jika dia ialah seorang wanita yang telah bersuami dan melakukan kecurangan sehingga hamil dan membiarkan anak itu lahir maka dia telah memasukkan orang asing dalam keluarganya dan keluarga suaminya sehingga anak itu mendapat hak warisan mereka tanpa disedari siapa dia sebenarnya. Amat mengerikan, naudzubillah min dzalik.
16. Perzinaan akan melahirkan generasi individu-individu yang tidak ada asal keturunan (nasab). Di mata masyarakat mereka tidak memiliki status sosial yang jelas.
17. Pezina laki-laki bererti telah menodai kesucian dan kehormatan wanita.
18. Zina dapat menyemai permusuhan dan menyalakan api dendam antara keluarga wanita dengan lelaki yang telah berzina dengannya.
19. Perzinaan sangat mempengaruhi jiwa kaum keluarganya di mana mereka akan merasa jatuh martabat di mata masyarakat, sehingga kadang-kadang menyebabkan mereka tidak berani untuk mengangkat muka di hadapan orang lain.
20. Perzinaan menyebabkan menularnya penyakit-penyakit berbahaya seperti aids, siphilis, dan gonorhea atau kencing bernanah.
21. Perzinaan menjadikan sebab hancurnya suatu masyarakat yakni mereka semua akan dimusnahkan oleh Allah akibat dosa zina yang tersebar dan yang dilakukan secara terang-terangan.

HUKUMAN ZINA

Demikianlah besarnya bahaya dosa zina, sehingga Ibnul Qayyim, ketika mengulas tentang hukuman bagi penzina, berkata: “Allah telah mengkhususkan hadd (hukuman) bagi pelaku zina dengan tiga kekhususan iaitu:

Pertama, hukuman mati secara hina (rejam) bagi pezina kemudian diringankan (bagi yang belum nikah) dengan dua jenis hukuman, hukuman fizikal yakni dirotan seratus kali dan hukuman mental dengan diasingkan selama satu tahun.

Kedua, Allah secara khusus menyebutkan larangan merasa kasihan terhadap penzina. Umumnya sifat kasihan adalah diharuskankan bahkan Allah itu Maha Pengasih namun rasa kasihan ini tidak boleh sehingga menghalang dari menjalankan syariat Allah. Hal ini ditekankan kerana orang biasanya lebih kasihan kepada penzina daripada pencuri, perompak, pemabuk dan sebagainya. Di samping itu penzinaan boleh dilakukan oleh siapa sahaja termasuk orang kelas atasan yang mempunyai kedudukan tinggi yang menyebabkan orang yang menjalankan hukuman merasa enggan dan kasihan untuk menjalankan hukuman.

Ketiga, Allah memerintahkan agar pelaksanaan hukuman zina disaksikan oleh orang-orang mukmin dengan maksud menjadi pengajaran dan memberikan kesan positif bagi kebaikan umat.

BEBERAPA PERKARA PENTING YANG PERLU DIPERHATIKAN

Orang yang berzina dengan banyak pasangan lebih besar dosanya daripada yang berzina hanya dengan satu orang, demikian juga orang yang melakukanya berkali-kali dosanya lebih besar daripada yang melakukannya hanya sekali.

1. Penzina yang berani melakukan maksiat ini dengan terang-terangan lebih buruk daripada mereka yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
2. Berzina dengan wanita yang bersuami lebih besar dosanya daripada dengan wanita yang tidak bersuami kerana adanya unsur perbuatan zalim (terhadap suami wanita), boleh menyalakan api permusuhan dan merosak keutuhan rumah tangganya.
3. Berzina dengan jiran lebih besar dosanya daripada orang yang jauh rumahnya.
4. Berzina dengan wanita yang sedang ditinggalkan suami kerana perang (jihad) lebih besar dosanya daripada dengan wanita lain.
5. Berzina dengan wanita yang ada pertalian darah atau mahram lebih jahat dan hina daripada dengan yang tidak ada hubungan mahram.
6. Ditinjau dari segi waktu maka berzina di bulan Ramadhan, baik siangnya ataupun malamnya, lebih besar dosanya daripada waktu-waktu lain.
7. Kemudian dari segi tempat dilakukannya, maka berzina di tempat-tempat suci dan mulia lebih besar dosanya deripada tempat yang lain.
8. Pezina muhson (yang sudah bersuami atau beristeri) lebih hina daripada gadis atau jejaka, orang tua lebih buruk daripada pemuda, orang alim lebih buruk daripada yang jahil dan orang yang berkemampuan (terutama dari segi ekonomi) lebih buruk deripada orang fakir atau lemah.

BERTAUBAT

Bertaubat ini bukan khusus hanya kepada penzina, bahkan kepada sesiapa sahaja yang menunjukkan jalan untuk terjadinya zina, membantu dan memberi peluang kepada pelakunya dan siapa saja yang ikut terlibat di dalamnya. Hendaknya mereka semua segera kembali dan bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali apa yang pernah dilakukannya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak kembali melakukannya. Dan yang paling penting adalah memutuskan hubungun dengan siapa sahaja dan apa sahaja yang boleh menarik ke arah perbuatan keji tersebut. Dengan demikian diharapkan Allah akan menerima taubat itu dan mengampuni segala dosa yang pernah dilakukan, dan ingatlah, tidak ada istilah ‘putus asa’ dalam mencari rahmat Allah.

Allah berfirman, mafhumnya:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. 25:68-70)

Disaring dari risalah Daarul Wathan judul Min mafasid az-zina, karya Muhammad bin Ibrahim al Hamd.

Sumber :
http://nurjeehan.wordpress.com/2007/05/26/bahaya-dan-akibat-buruk-zina/
26 Mei 2007

Zina, Dosanya, Hukumannya Di Dunia Di Dalam Syari'at Allah Dan Adzabnya di Akhirat

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

Zina adalah dosa yang sangat besar dan sangat keji serta seburuk-buruk jalan yang ditempuh oleh seseorang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]

Para ulama menjelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Janganlah kamu mendekati zina”, maknanya lebih dalam dari perkataan : “Janganlah kamu berzina” yang artinya : Dan janganlah kamu mendekati sedikit pun juga dari pada zina [1]. Yakni : Janganlah kamu mendekati yang berhubungan dengan zina dan membawa kepada zina apalagi sampai berzina. [2]

Faahisah adalah = maksiat yang sangat buruk dan jelek
Wa saa’a sabiila = karena akan membawa orang yang melakukannya ke dalam neraka.

Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa zina termasuk Al-Kabaa’ir (dosa-dosa besar) berdasarkan ayat di atas dan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Apabila seorang hamba berzina keluarlah iman [3] darinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya seperti naungan, maka apabila dia telah bertaubat, kembali lagi iman itu kepadanya” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud no. 4690 dari jalan Abu Hurairah]

Berkata Ibnu Abbas. : “Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina” [Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan berzina seorang yang berzina ketika dia berzina padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan meminum khamr ketika dia meminumnya padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan mencuri ketika dia mencuri padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan merampas barang yang manusia (orang banyak) melihat kepadanya dengan mata-mata mereka ketika dia merampas barang tersebut pada dia seorang mukmin” [Hadits shahih riwayat Bukhari no. 2475, 5578, 6772, 6810 dan Muslim 1/54-55]

Maksud dari hadits yang mulia ini ialah :
Pertama : Bahwa sifat seorang mukmin tidak berzina dan seterusnya.
Kedua : Apabila seorang mukmin itu berzina dan seterusnya maka hilanglah kesempurnaan iman dari dirinya”[4]

Di antara sifat “ibaadur Rahman” [5] ialah : ‘tidak berzina’. Maka apabila seorang itu melakukan zina, niscaya hilanglah sifat-sifat mulia dari dirinya bersama hilangnya kesempurnaan iman dan nur keimannya. [6]

Setelah kita mengetahui berdasarkan nur Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa zina termasuk ke dalam Al-Kabaair (dosa-dosa besar) maka akan lebih besar lagi dosanya apabila kita melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa?

Kalau zina itu dilakukan oleh orang yang telah tua, maka dosanya akan lebih besar lagi berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang miskin yang sombong” [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti diatas]

Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama satu tahun. Dengan melihat kepada perbedaan hukuman dunia maka para ulama memutuskan berbeda juga besarnya dosa zina itu dari dosa besar kepada yang lebih besar dan sebesar-besar dosa besar. Mereka melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa dilakukannya.

Kemudian, kalau kita melihat kepada siapa dilakukannya, maka apabila seorang itu berzina dengan isteri tetangganya, masuklah dia kedalam sebesar-besar dosa besar (baca kembali haditsnya di fasal kedua dari jalan Ibnu Mas’ud). Dan lebih membinasakan lagi apabila zina itu dilakukan kepada mahramnya seperti kepada ibu kandung, ibu tiri, anak, saudara kandung, keponakan, bibinya dan lain-lain yang ada hubungan mahram, maka hukumannya adalah bunuh. [7]

Setelah kita mengetahui serba sedikit tentang zina [8], dan dosanya, hukumannya di dunia di dalam syari’at Allah dan adzabnya di akhirat yang akan membawa para penzina terpanggang di dalam neraka, sekarang tibalah bagi kami untuk mejelaskan pokok permasalahan di dalam fasal ini yaitu hamil di luar nikah dan masalah nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa kejadian yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami berkata:

[Disalin dari kitab Menanti Buah Hati Dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam Jakarta, Cetakan I – Th 1423H/2002M]
__________
Foote Note
[1]. Tafsir Al-Qurthubiy, Juz 10 hal. 253
[2]. Tafsir Ruhul Ma’aaniy Juz 15 hal. 67-68 Al-Imam Al-Aluwsiy Al-Baghdadi. Tafsir Bahrul Muhith Juz 6 hal. 33.
[3]. Yang dimaksud “kesempurnaan iman dan cahayanya” baca syarah hadits ini di Faidlul Qadir Syarah Jami’ush Shagir 1/367 no. 660
[4]. Lihat syarah hadits ini di Fathul Bari no. 6772 Syarah Muslim Juz.2 hal.41-45 Imam An-Nawawi. Kitabul Iman oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal.239, 240
[5]. Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Furqan ayat 68
[6]. Lihatlah tentang permasalahan zina, kerusakannya, hukumannya, dosanya, siksanya di kitab Jawaaabul Kaafiy, hal. 223 -239 dan 240 – 249 oleh Al-Imam Ibnul Qayyim
[7]. Tafsir Ibnu Katsir surat An-Nisaa ayat 22
[8]. Keluasan masalah zina dapat dibaca dan diteliti di kitab-kitab fiqih dan syarah hadits.

Sumber :
http://www.almanhaj.or.id/content/2251/slash/0
27 Oktober 2007